Ketika bencana melanda Indonesia secara bertubi-tubi, apakah kita punya hak untuk mempertanyakan keputusan Tuhan ? … Apakah Tuhan harus mengutarakan sebabnya kepada kita ? … Kita tidak punya hak sedikitpun untuk mempertanyakan siapa yang Dia kutuk dan siapa yang Dia berkahi — karena itu semua memang hak dan pilihan-Nya.
Ketika bencana datang, hendaknya kita bercermin, introspeksi, … alam “berulah” karena “diusik” oleh manusia … manusia lah yg salah … itu mutlak … kenapa harus mempertanyakan sebabnya kepada Tuhan ? …
Pantaskah kita mempertanyakan keputusan Tuhan ? … kita hanya manusia biasa dan tak memiliki kekuasaan untuk itu …
::::::::::
Aku terhenyak mendengar kata-kata iblis yg menggema di telingaku. “Aku sebagaimana telah diciptakan Tuhan. Kalau saja aku sudi bersujud ke Adam, aku akan tetap menjadi pimpinan para malaikat, yang paling dekat dengan singgasana-Nya. Aku akan meminta Ibrahim membebaskan Ismail; aku akan menyelamatkan Hajar di belantara gurun; aku akan memberikan kabar kepada Zakaria tentang kelahiran Yunus, dan kepada Maria tentang kelahiran Yesus/Isa; aku akan menyampaikan firman Tuhan kepada Muhammad. Semua ini milikku sebagai harga setundukan kepala. Gara-gara setundukan kepala, aku diusir dan menjadi makhluk yang paling jauh dari singgasana-Nya”
Sebagaimana bentuk dan sosok-Nya, segala pertimbangan-Nya tak dapat dinalar pikiran manusia. Kebesaran-Nya tak terlukiskan oleh kata-kata.
Jangan samakan pikiran kalian, perasaan kalian, persepsi kalian, dan mengatakan bahwa semua itu berlaku pula pada-Nya — bahwa dia juga memiliki pikiran seperti pikiran kalian, perasaan seperti perasaan kalian, dan pertimbangan-Nya sama dengan pertimbangan kalian. Itu adalah anggapan yang sangat bodoh. justru sebaliknya, pikiran kalian, perasaan kalian, persepsi kalian merupakan jelmaan eksistensi-Nya dan eksistensi-Nya adalah bukti atas diri kalian. Jadikan diri kalian sebagai wujud keberadaan-Nya. Tanda-tanda-Nya hidup dalam diri kalian. Momen pengetahuan mendalam yang muncul dengan sendirinya — ini merupakan salah satu tanda keberadaan-Nya.
Sifat-Nya tak terlukiskan sekalipun oleh analogi. Memang, para nabi mengajarkan analogi. Orang-orang menerima analogi-analogi itu sebagai kebenaran harfiah atau kebohongan belaka. Analogi ibarat kompas bagi yang tersesat. Tatkala kalian telah sampai di tujuan, singkirkan itu. Beberapa pertanyaan tak dapat dijawab oleh analogi. Berdiri di bawah bintang utara, tak ada arah yang disebut utara. Analogi tidak memberitahu kalian apa yang Dia kehendaki. | :::
dimutilasi dari buku “The Men Who Have The Elephant”::: |
— to be continued —
::::::::::
sambungan artikel ini bisa dibaca di sini! …
38 komentar
Comments feed for this article
Mei 29, 2007 pada 4:31 am
cK
VERTAMAX!!!
*ngamanin posisi dulu*
>>>>>>>>>>>>>.
hush … dilarang vertamax ! …
Mei 29, 2007 pada 4:32 am
amaliasolicha
:), Nunggu to be continued nya dulu ya Neng..heheh..maish bingung mo commentnya :D…
>>>>>>>>>>>>>>
okeh deh … 🙂
Mei 29, 2007 pada 4:34 am
cK
kita harusnya bertanya pada diri sendiri, apakah kita sebagai manusia sudah menjalankan perintah-perintah-Nya? apakah kita sebagai manusia sudah menjaga apa yang diberikan-Nya? apakah kita sebagai manusia sudah sadar diri atas apa yang terjadi? justru pertanyaan-pertanyaan itu harusnya kembali lagi ke diri kita.
>>>>>>>>>>
saatnya introspeksi … 🙂
Mei 29, 2007 pada 4:41 am
cakmoki
Pertamaks dulu deh *koneksi oh koneksi*
>>>>>>>>>>>>>>.
eits … dilarang pertamaks !
Mei 29, 2007 pada 4:49 am
cakmoki
oh maaf, tadi pertamaks, siapa tuh yg nyalip …
Ketika tanah digali sampai merekah, ketika hutan dibabat hingga gundul, disambut dengan sorak sorai seolah segala isi di dalamnya akan dihabiskan sampai tak bersisa.
Ketika alam mulai bergolak, apa hak kita ?
>>>>>>>>>>>>>>
ketika alam bergolak … kita biasanya mengeluh, meratap dan mencari yg bertanggung jawab … 😦
Mei 29, 2007 pada 4:54 am
chielicious
Kadang ada aja orang yang masih gak mau nerima kenyataan ..masih pake nanya lagi ama tuhan ‘kenapa harus aku tuhan? kenapa semua ini harus terjadi ya tuhan?’ ..
ya terserah tuhan juga lah dia mo ngapain..dia yang maha kuasa gitu kan..
>>>>>>>>>>>>>>>
yup … fenomena yg sangat umum … 🙂
Mei 29, 2007 pada 5:16 am
antobilang
apakah kematian wadehel juga termasuk rencana Tuhan?
>>>>>>>>>>>>>
hmmmm …
Mei 29, 2007 pada 5:25 am
Insan
Mungkin maksudnya sebagai manusia kita bukan mempertanyakan tp berusaha introspeksi apa yg udah kita lakukanya, klo mau bertanya sama Tuhan kesannya menyalahkan dan mendakwa Tuhan, Tuhan juga ga akan jawab to?
>>>>>>>>>.
mas tsb tujuannya sih bagus, cuma pemilihan kata2nya yg bikin ga enak aja … 🙂
Mei 29, 2007 pada 5:54 am
Kang Kombor
Ada yang bilang Tuhan tidak perlu mengirimkan bencana kepada kita semua. Akan tetapi, alamlah yang membalas perlakuan kita karena kita tidak memperlakukan alam dengan baik.
>>>>>>>>>>>
yup … alam “berulah” karena manusia juga …
Mei 29, 2007 pada 6:42 am
gies
yaah..ko tobecontinued teh? hehe, dtunggu2 postingan selanjutnya!
>>>>>>>>>>>>>>
🙂
Mei 29, 2007 pada 7:02 am
peyek
yap, semua adalah sebab akibat, jadi mesti intropeksi!
>>>>>>>>>>>>>.
setuju ! … 🙂
Mei 29, 2007 pada 7:24 am
xwoman
begitulah manusia!
Saat bencana melanda Tuhan yang disalahkan… Alam yang jadi sasaran kemarahan! Padahal kalau kita bercermin separah apakah kehancuran2 yang kita buat! hmm… bingung
>>>>>>>>>>>>>
fenomena yg menyedihkan
Mei 29, 2007 pada 8:15 am
mahendra025
habis kerja tak komentari..
ngga enak ngeblog jam kerja :d
>>>>>>>>>>>>>>>>>>
🙂
Mei 29, 2007 pada 8:21 am
bangaiptop
Kalau orang yang nggak percaya Tuhan itu ada… marahnya ama siapa yaaa?
>>>>>>>>>>>
eits … rada bingung neh ama komen bang aip …
jadi kalo percaya Tuhan, boleh marah ya ama Tuhannya ???? … aku bingung beneran neh bang …
Mei 29, 2007 pada 9:54 am
elpalimbani
Di hadapan Tuhan, tidaklah pantas engkau punya hak. Apa kuasamu ? siapa yang hendak kau wakili? hak apa yang ingin kau tuntut?…
kecuali engkau berani meminta hak atas kematianmu…
*barusan nyeramahin diri sendiri*
>>>>>>>>>>>>>
mari kita nyeramahin diri sendiri … siapa tahu kita bisa cepet sadar … 🙂
Mei 29, 2007 pada 10:45 am
SayaSaja,MungkinBukanSiapa-Siapa
Nunggu episode akan datang, sampai muncul tulisan “Fin” nya Eh, tapi gak usah pake Fin-Fin-an. Gak tamat jg gpp *halah, ngomong apa ini?*
Wehehei! teteh isengnya sakti baget yah?
>>>>>>>>>>>>>>>>
waduh … aku ga nyambung …
Mei 29, 2007 pada 11:11 am
mbah keman bersabda
bencana datang akibat manusia menghianati..amanh TUhanya untuk menjaga alam ini…
>>>>>>>>>>>>>
semoga kita cepat sadar … 🙂
Mei 29, 2007 pada 2:15 pm
kurtubi
iYaa ya neng, saat kita, dilanda ketidasksukaan (bencana private dan bencana public) biasanya kita yang berpikir bertanya-tanya.
“mengapa?” adalah kata yang pertama muncul. Mengapa pada kita, bukan orang lain…. tapi bukankah itu juga salah satu pintu untuk memberi wawasan sampai sejauh mana “mengapa” itu berujung. pastilah saat tidak menemui jawaban, akan berujung pada YANG MAHA MENGAPA…
jadi apa hak kita, hanya bertanya… jawaban dan kepastian adalah Hak Dia… ( eh sok analisa… btw hakku cuma koment heheh )
>>>>>>>>>>>>
🙂
Mei 29, 2007 pada 2:32 pm
aLe
Ketika berbicara masalah Tuhan..
Sampai kapanpun hasilnya akan 0 (nol)
Sepakat, mari kita berinstropeksi diri
>>>>>>>>>
sepakat ! …
Mei 29, 2007 pada 2:56 pm
agorsiloku
Waduh… jadi malu deh baca postingan ini. Agor paling “doyan” mempertanyakan kekuasaan Tuhan. Bertanya, mengapa Allah memutuskan memberikan jawaban : Sesungguhnya… untuk beribadah kepadaKu; ketika sholat kita berdiri dan memulai dengan … hidup matiku sesungguhnya … ; mengapa Allah menurunkan azab, menurunkan hujan, menciptakan, rahmat, hidayah, iman, menanyakan ciri-cirinya dan lain sebagainya dan lain sebagainya. Mengapa Allah memberikan kita kemampuan untuk bertanya :”Siapa sesungguhnya Engkau yang maha menciptakan”. Kalau Nabi Musa bertanya, kita mencari jawaban dari “pikiran-pikiran” manusia masa sebelumnya. Kita bisa bertanya, saya meyakini, Allah memberikan jawaban pada kita. Jawaban dari kemahakuasaanNya, dari ilmuNya yang sedikit diberikan kepada kita.
>>>>>>>>>>>
🙂
Mei 29, 2007 pada 3:34 pm
Dimas
Neng itu salah satu buku yang menarik untuk dibaca.Setan begitu lihat berkata-kata disitu.tapi komennya tunggu postingnya komplit.
>>>>>>>>
🙂
Mei 29, 2007 pada 3:46 pm
Apakah hak kita ?... « i will meet you in the corner of life, where the heart can heal and soul can mend
[…] 29th, 2007 · No Comments Tulisan ini kubuat untuk menanggapi tulisan ini…makanya baca dulu itu ya sayang… Tulisan ini ada setelah tulisan ini…. […]
Mei 29, 2007 pada 3:58 pm
mahendra025
http://mahendra025.wordpress.com/2007/05/29/apakah-hak-kita/
>>>>>>>>>
click…
Mei 29, 2007 pada 5:10 pm
fertobhades
Saya nggak coba menjawab, tapi memberikan sudut pandang lain.
Kalau untuk moral evil (kejahatan yg dilakukan oleh manusia) saya rasa kita bisa menunjuk langsung pada manusia-nya sebagai penyebabnya. Tetapi untuk natural evil (spt gempa bumi, tsunami, gunung meletus) yang tidak berhubungan dgn perbuatan manusia, ini yang jadi sulit. Dan pertanyaan itu masih terus diperdebatkan.
Memang, introspeksi adalah salah satu jawaban “ke dalam”
*penggemar Shawni ya mbak ?*
*jadi teringat lagu Ebiet G Ade*
>>>>>>>>>>.
terima kasih atas pencerahannya …
dan iya, saya penggemar shwni … 🙂
Mei 29, 2007 pada 8:01 pm
anas
Komenku kok ilang ya *tanya sama yang punya, nga’ protes nih*
>>>>>>>>.
komen yg mana ? … di akismet kosong kok …
Mei 30, 2007 pada 4:51 am
maya
pesan untuk perusak alam :
merusak alam demi mengumpulkan pundi2, ketika alam murka minta saja pundi2 untuk menyelamatkanmu , kenapa juga musti tanya ini salah siapa?
intropeksi?..yuk..mariiiii..
>>>>>>>>>>>>>>>>…
ayo … mari introspeksi … 🙂
Mei 30, 2007 pada 7:05 am
kangguru
hak hak hak yang dituntut, sudahkah kewajibannya ditunaikan???
Mei 30, 2007 pada 10:18 am
Fourtynine
*Pulang dengan kecewa, soalnya ga bisa jadi komentator pertama*
Mei 31, 2007 pada 2:53 am
anas
Yang mana entahlah tapi tadi dibawahnya mbah keman, apa karena pake’ kompi yang lain ya ? Tau dah nga’ usah dipikirin. *berlalu seenaknya*
Mei 31, 2007 pada 3:24 am
Master Li
Jangan tanyakan kepada Tuhan… Tanyalah pada rumput yang bergoyang… 🙂
Mei 31, 2007 pada 11:12 am
Dimas
Ya memang sangat sulit untuk menjaga keihklasan hati. Terkadang kita ngomel-ngomel kepada Tuhan atas kejadian yang ia berikan kepada kita, tetapi setelah beberapa waktu kita baru mengerti bahwa kejadian tersebut memberikan hikmah yang begitu besar kepada kehidupan kita. Hikmah itu bisa berupa memberi kita pandangan baru tentang kehidupan, membuat kita lebih bijaksana dan arif, bisa juga hikmah itu merubah seluruh hidup kita. Mengutip apa yang mas Agor katakan “hidup dan matiku sesungguhnya hanyalah untukMu”. Apa yang milikku? semuanya milikMu. Apa yang bisa aku lakukan tanpaMu? mendetakkan jantungku sendiri saja aku mampu. Semoga kita tidak putus asa dalam menggapai Cinta dan Kasih SayangNya. Bimbing kami wahai Tuhanku, amin.
Perkataan Swami pada “Sifat-Nya tak terlukiskan sekalipun oleh analogi. Memang, para nabi mengajarkan analogi. Orang-orang menerima analogi-analogi itu sebagai kebenaran harfiah atau kebohongan belaka. Analogi ibarat kompas bagi yang tersesat. Tatkala kalian telah sampai di tujuan, singkirkan itu. Beberapa pertanyaan tak dapat dijawab oleh analogi. Berdiri di bawah bintang utara, tak ada arah yang disebut utara. Analogi tidak memberitahu kalian apa yang Dia kehendaki.” Hal ini mengingatkan saya akan puisi Rumi…
Apa yang mesti kulakukan, O Muslim? Aku tak mengenal didiku sendiri
Aku bukan Kristen, bukan Yahudi, bukan Gabar, bukan Muslim
Aku bukan dari Timur, bukan dari Barat, bukan dari darat, bukan dari laut,
Aku bukan dari alam, bukan dari langit berputar,
Aku bukan dari tanah, bukan dari air, bukan dari udara, bukan dari api,
Aku bukan dari cahaya, bukan dari debu, bukan dari wujud dan bukan dari hal
Aku bukan dari India, bukan dari Cina, bukan dari Bulgaria, bukan dari Saqsin,
Aku bukan dari Kerajaan Iraq, bukan dari negeri Korazan.
Aku bukan dari dunia in ataupun dari akhirat, bukan dari Sorga ataupun Neraka
Aku bukan dari Adam, bukan dari Hawa, bukan dari Firdaus bukan dari Rizwan
Tempatku adalah Tanpa tempat, jejakku adalah tak berjejak
Ini bukan raga dan jiwa, sebab aku milik jiwa Kekasih
Telah ku buang anggapan ganda, kulihat dua dunia ini esa
Esa yang kucari, Esa yang kutahu, Esa yang kulihat, Esa yang ku panggil
Ia yang pertama, Ia yang terakhir, Ia yang lahir, Ia yang bathin
Tidak ada yang kuketahui kecuali :Ya Hu” dan “Ya man Hu”
Aku mabuk oleh piala Cinta, dua dunia lewat tanpa kutahu
Aku tak berbuat apa pun kecuali mabuk gila-gilaan
Kalau sekali saja aku semenit tanpa kau,
Saat itu aku pasti menyesali hidupku
Jika sekali di dunia ini aku pernah sejenak senyum,
Aku akan merambah dua dunia, aku akan menari jaya sepanjang masa.
O Syamsi Tabrizi, aku begitu mabuk di dunia ini,
Tak ada yang bisa kukisahkan lagi, kecuali tentang mabuk dan gila-gilaan.
Juni 2, 2007 pada 4:34 pm
jurig
@kang guru,
pertanyaan yg bagus kang … 🙂
@49,
🙂
@anas,
🙂
@master li,
🙂
@dimas,
amien! …
btw, nice quote 🙂
Juni 2, 2007 pada 9:30 pm
Dimas
ralat neng 🙂
“mendetakkan jantungku sendiri saja aku tidak mampu”
“didiku” = diriku
Juni 5, 2007 pada 3:28 pm
toga
tidak itu saja… bahkan andai kita tak melakukan kerusakan apapun di muka bumi, dan tuhan tetap menimpakan bencana, tetap saja kita tak punya hak bertanya, mengapa…
lha, emangnya kita siapa?
perenungan spiritual yang dalam dan jauh, seperti biasa…
>>>>>>>>>>>>>>
pertanyaan yg bagus bang … emangnya kita siapa ? …
Juni 7, 2007 pada 6:52 am
Hak … « Jurig Incorporated
[…] , Muslim , agama , islam Artikel ini adalah sambungan dari artikel yang berjudul “Apa Hak Kita ? …” […]
Juni 13, 2007 pada 5:22 am
Saleh Aziz
Poligami atas nama Alloh dan nafsu, membuat para kyai, ulama dan tokoh muslim lainnya menjadi cabul. Padahal jelas sekali poligami merendahkan derajat wanita. Membunuh juga atas nama agama. Kekerasan atas nama agama. Kenapa menjadi begini?
Waktu jaman Majapahit, orang Jawa (Gajah Mada, dll) membuat nusantara makmur dan jaya. Orang jawa berkebudayaan tinggi, kreatif dan toleran.
Setelah Islam masuk di Jawa, negara kita hancur korban dari penajahan Belanda, Jepang, dsb. Korban dari korupsi, kekerasan/teror, malapetaka. Dan korban dari imperialisme Arab (Indonesia adalah negara pemasok jemaah haji yang terbesar di dunia). Bangsa Arab ini memang hebat sekali karena telah berhasil menemukan cara untuk memasukkan devisa untuk mereka sendiri. Sedangkan situasi ekonomi negara kita dalam keadaan yang sangat parah. Imperialisme Arab ini memang sangat kejam. Turun-temurun sampai anak-cucu, tidak tahu sampai kapan, nusantara diharuskan membayar “pajak” kepada Imperialisme Arab ini dengan alasan: kewajiban menjalankan rukun Islam.
Padahal, sebelum Islam masuk ke Jawa, orang Jawa sudah menganut agama universal yaitu agama Kejawen.
Bagaimana caranya supaya orang Jawa kembali bisa memakmurkan negara kita yang tercinta ini?
Juli 21, 2007 pada 12:35 pm
B Ali
Ada yang bertanya: Apakah Islam agama teroris?
Jawaban saya adalah: Tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk menjadi teroris.
Tetapi, di dalam Al-Qur’an, ada banyak sekali ayat-ayat yang menggiring umat untuk melakukan hal-hal yang tidak manusiawi, seperti: kekerasan, anarki, poligami dengan 4 istri, anggapan selain muslim adalah orang kafir, dsb. Sikap-sikap tersebut tidak sesuai lagi dengan norma-norma kehidupan masyarakat modern.
Al-Qur’an dulu diracik waktu jaman tribal, sehingga banyak ayat-ayat yang tidak bisa dimengerti lagi seperti seorang suami diperbolehkan mempunyai istri 4. Dimana mendapatkan angka 4? Kenapa tidak 10 atau 25? Terus bagaimana sakit hatinya istri yang dimadu (yang selalu lebih tua dan kurang cantik)? Banyak lagi hal-hal yang nonsense dan absurde seperti ini di Al-Qur’an. Karena semua yang di Al-Qur’an dianggap sebagai kebenaran mutlak, maka orang muslim hanya menurutinya saja secara taken for granted.
Banyak pengemuka muslim yang berusaha menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an supaya menjadi lebih manusiawi. Tapi usaha ini sia-sia saja karena ayat-ayat Al-Qur’an itu semuanya sudah explisit sekali. Sehingga tidak bisa ditawar lagi. Jadi umat muslim terjebak.
Agustus 14, 2007 pada 9:56 am
hatinurani21
Di Forum Religiositas Agama, saya menemukan artikel yang menarik sekali. Ini situsnya: http://hatinurani21.wordpress.com/
MENGAPA KEBUDAYAAN JAWA MENGALAMI KEMUNDURAN YANG SIGNIFIKAN?
Pengantar
Manusia Jawa adalah mayoritas di Indonesia. Nasib bangsa Indonesia sangat tergantung kepada kemampuan penalaran, skill, dan manajemen manusia Jawa (MJ). Sayang sekali s/d saat ini, MJ mengalami krisis kebudayaan; hal ini disebabkan Kebudayaan Jawa (KJ) dibiarkan merana, tidak terawat, dan tidak dikembangkan oleh pihak2 yang berkompeten (TERUTAMA OLEH POLITISI). Bahkan KJ terkesan dibiarkan mati merana digerilya oleh kebudayaan asing (terutama dari timur tengah/Arab). Mochtar Lubis dalam bukunya: Manusia Indonesia Baru, juga mengkritisi watak2 negatip manusia Jawa seperti munafik, feodal, malas, tidak suka bertanggung jawab, suka gengsi dan prestis, dan tidak suka bisnis (lebih aman jadi pegawai).
Kemunduran kebudayaan Jawa tidak lepas dari dosa regim Orde Baru. Strategi regim Soeharto untuk melepaskan diri dari tuannya (USA dkk.) dan tekanan kaum reformis melalui politisasi agama Islam menjadikan Indonesia mengarah ke ideologi Timur Tengah (Arab). Indonesia saat ini (2007) adalah kembali menjadi ajang pertempuran antara: Barat lawan Timur Tengah, antara kaum sekuler dan kaum Islam, antara modernitas dan kekolotan agama. (mohon dibaca artikel yang lain dulu, sebaiknya sesuai no. urut)
Boleh diibaratkan bahwa manusia Jawa terusmenerus mengalami penjajahan, misalnya penjajahan oleh:
– Bs. Belanda selama 300 tahunan
– Bs. Jepang selama hampir 3 tahunan
– Regim Soeharto/ORBA selama hampir 32 tahun (Londo Ireng).
– Negara Adidaya/perusahaan multi nasioanal selama ORBA s/d saat ini.
– Sekarang dan dimasa dekat, bila tidak hati2, diramalkan bahwa Indonesia akan menjadi negara boneka Timur Tengah/Arab Saudi (melalui kendaraan utama politisasi agama).
Kemunduran kebudayaan manusia Jawa sangat terasa sekali, karena suku Jawa adalah mayoritas di Indonesia, maka kemundurannya mengakibatkan kemunduran negara Indonesia, sebagai contoh kemunduran adalah terpaan berbagai krisis yang tak pernah selesai dialami oleh bangsa Indonesia. Politisasi uang dan agama mengakibatkan percepatan krisis kebudayaan Jawa, seperti analisa dibawah ini.
Gerilya Kebudayaan
Negara2 TIMTENG/ARAB harus berjuang sekuat tenaga dengan cara apapun untuk mendapat devisa selain dari kekayaan minyak (petro dollar), hal ini mengingat tambang minyak di Timur Tengah (TIMTENG/Arab) adalah terbatas umurnya; diperkirakan oleh para ahli bahwa umur tambang minyak sekitar 15 tahun lagi, disamping itu, penemuan energi alternatip akan dapat membuat minyak turun harganya. Begitu negara Timur Tengah mendapat angin dari regim Orde Baru, Indonesia lalu bagaikan diterpa badai gurun Sahara yang panas! Pemanfaatan agama (politisasi agama) oleh negara asing (negara2 Arab) untuk mendominasi dan menipiskan kebudayaan setempat (Indonesia) mendapatkan angin bagus, ini berlangsung dengan begitu kuat dan begitu vulgarnya. Gerilya kebudayaan asing lewat politisasi agama begitu gencarnya, terutama lewat media televisi, majalah, buku dan radio. Gerilya kebudayaan melalui TV ini sungguh secara halus-nylamur-tak kentara, orang awam pasti sulit mencernanya! Berikut ini adalah gerilya kebudayaan yang sedang berlangsung:
– Dalam sinetron, hal-hal yang berbau mistik, dukun, santet dan yang negatip sering dikonotasikan dengan manusia yang mengenakan pakaian adat Jawa seperti surjan, batik, blangkon kebaya dan keris; kemudian hal-hal yang berkenaan dengan kebaikan dan kesucian dihubungkan dengan pakaian keagamaan dari Timur Tengah/Arab. Kebudayaan yang Jawa dikalahkan oleh yang Timur Tengah.
– Artis2 film dan sinetron digarap duluan mengingat mereka adalah banyak menjadi idola masyarakat muda (yang nalarnya kurang jalan). Para artis, yang blo’oon politik ini, bagaikan di masukan ke salon rias Timur Tengah/Arab, untuk kemudian ditampilkan di layar televisi, koran, dan majalah demi membentuk mind set (seting pikiran) yang berkiblat ke Arab.
– Bahasa Jawa beserta ungkapannya yang sangat luas, luhur, dalam, dan fleksibel juga digerilya. Dimulai dengan salam pertemuan yang memakai assalam…dan wassalam…. Dulu kita bangga dengan ungkapan: Tut wuri handayani, menang tanpo ngasorake, gotong royong, dsb.; sekarang kita dibiasakan oleh para gerilyawan kebudayaan dengan istilah2 asing dari Arab, misalnya: amal maruh nahi mungkar, saleh dan soleha, dst. Untuk memperkuat gerilya, dikonotasikan bahwa bhs. Arab itu membuat manusia dekat dengan surga! Sungguh cerdik dan licik.
– Kebaya, modolan dan surjan diganti dengan jilbab, celana congkrang, dan jenggot ala orang Arab. Nama2 Jawa dengan Ki dan Nyi (misal Ki Hajar …) mulai dihilangkan, nama ke Arab2an dipopulerkan. Dalam wayang kulit, juga dilakukan gerilya kebudayaan: senjata pamungkas raja Pandawa yaitu Puntadewa menjadi disebut Kalimat Syahadat (jimat Kalimo Sodo), padahal wayang kulit berasal dari agama Hindu (banyak dewa-dewinya yang tidak Islami), jadi bukan Islam; bukankah ini sangat memalukan? Gending2 Jawa yang indah, gending2 dolanan anak2 yang bagus semisal: jamuran, cublak2 suweng, soyang2, dst., sedikit demi sedikit digerilya dan digeser dengan musik qasidahan dari Arab. Dibeberapa tempat (Padang, Aceh, Jawa Barat) usaha menetapkan hukum syariah Islam terus digulirkan, dimulai dengan kewajiban berjilbab! Kemudian, mereka lebih dalam lagi mulai mengusik ke bhinekaan Indonesia, dengan berbagai larangan dan usikan bangunan2 ibadah dan sekolah non Islam.
– Gerilya lewat pendidikan juga gencar, perguruan berbasis Taman Siswa yang nasionalis, pluralis dan menjujung tinggi kebudayaan Jawa secara lambat namun pasti juga digerilya, mereka ini digeser oleh madrasah2/pesantren2. Padahal Taman Siswa adalah asli produk perjuangan dan merupakan kebanggaan manusia Jawa. UU Sisdiknas juga merupakan gerilya yang luar biasa berhasilnya. Sekolah swasta berciri keagamaan non Islam dipaksa menyediakan guru beragama Islam, sehingga ciri mereka lenyap.
– Demikian pula dengan perbankan, mereka ingin eksklusif dengan bank syariah, dengan menghindari kata bunga/rente/riba; istilah ke Arab2an pun diada-adakan, walau nampak kurang logis! Seperti USA memakai IMF, dan orang Yahudi menguasai finansial, maka manusia Arab ingin mendominasi Indonesia memakai strategi halal-haramnya pinjaman, misalnya lewat bank syariah.
– Keberhasilan perempuan dalam menduduki jabatan tinggi di pegawai negeri (eselon 1 s/d 3) dikonotasikan/dipotretkan dengan penampilan berjilbab dan naik mobil yang baik. Para pejabat eselon ini lalu memberikan pengarahan untuk arabisasi pakaian dinas di kantor masing2.
– Di hampir pelosok P. Jawa kita dapat menyaksikan bangunan2 masjid yang megah, dana pembangunan dari Arab luar biasa besarnya. Bahkan organisasi preman bentukan militer di jaman ORBA, yaitu Pemuda Pancasila, pun mendapatkan grojogan dana dari Timur Tengah untuk membangun pesantren2 di Kalimantan, luar biasa!
– Fatwa MUI pada bulan Agustus 2005 tentang larangan2 yang tidak berdasar nalar dan tidak menjaga keharmonisan masyarakat sungguh menyakitkan manusia Jawa yang suka damai dan harmoni. Bila ulama hanya menjadi sekedar alat politik, maka panglima agama adalah ulama politikus yang mementingkan uang, kekuasaan dan jabatan saja; efek keputusan tidak mereka hiraukan. Sejarah ORBA membuktikan bahwa MUI dan ICMI adalah alat regim ORBA yang sangat canggih. Saat ini, MUI boleh dikata telah menjadi alat negara asing (Arab) untuk menguasai
– Dimasa lalu, banyak orang cerdas mengatakan bahwa Wali Songo adalah bagaikan MUI sekarang ini, dakwah mereka penuh gerilya kebudayaan dan politik. Manusia Majapahit digerilya, sehingga terdesak ke Bromo (suku Tengger) dan pulau Bali. Mengingat negara baru memerangi KKN, mestinya fatwa MUI adalah tentang KKN (yang relevan), misal pejabat tinggi negara yang PNS yang mempunyai tabungan diatas 3 milyar rupiah diharuskan mengembalikan uang haram itu (sebab hasil KKN), namun karena memang ditujukan untuk membelokan pemberantasan KKN, yang terjadi justru sebaliknya, fatwanya justru yang aneh2 dan merusak keharmonisan kebhinekaan Indonesia!
– Buku2 yang sulit diterima nalar, dan secara ngawur dan membabi buta ditulis hanya untuk melawan dominasi ilmuwan Barat saat ini membanjiri pasaran di Indonesia. Rupanya ilmuwan Timur Tengah ingin melawan ilmuwan Barat, semua teori Barat yang rasional-empiris dilawan dengan teori Timur Tengah yang berbasis intuisi-agamis (berbasis Al-Quran), misal teori kebutuhan Maslow yang sangat populer dilawankan teori kebutuhan spiritual Nabi Ibrahim, teori EQ ditandingi dengan ESQ, dst. Masyarakat Indonesia harus selalu siap dan waspada dalam memilih buku yang ingin dibacanya.
– Dengan halus, licik tapi mengena, mass media, terutama TV dan radio, telah digunakan untuk membunuh karakater (character assasination) budaya Jawa dan meninggikan karakter budaya Arab (lewat agama)! Para gerilyawan juga menyelipkan filosofis yang amat sangat cerdik, yaitu: kebudayaan Arab itu bagian dari kebudayaan pribumi, kebudayaan Barat (dan Cina) itu kebudayaan asing; jadi harus ditentang karena tidak sesuai! Padahal kebudayaan Arab adalah sangat asing!
– Gerilya yang cerdik dan rapi sekali adalah melalui peraturan negara seperti undang-undang, misalnya hukum Syariah yang mulai diterapkan di sementara daerah, U.U. SISDIKNAS, dan rencana UU Anti Pornografi dan Pornoaksi (yang sangat bertentangan dengan Bhineka Tunggal Ika dan sangat menjahati/menjaili kaum wanita dan pekerja seni). Menurut Gus Dur, RUU APP telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 karena tidak memberikan tempat terhadap perbedaan. Padahal, UUD 1945 telah memberi ruang seluas-luasnya bagi keragaman di Indonesia. RUU APP juga mengancam demokrasi bangsa yang mensyaratkan kedaulatan hukum dan perlakuan sama terhadap setiap warga negara di depan hukum. Gus Dur menolak RUU APP dan meminta pemerintah mengoptimalkan penegakan undang-undang lain yang telah mengakomodir pornografi dan pornoaksi. “Telah terjadi formalisasi dan arabisasi saat ini. Kalau sikap Nahdlatul Ulama sangat jelas bahwa untuk menjalankan syariat Islam tidak perlu negara Islam,” ungkapnya. (Kompas, 3 Maret 2006).
– Puncak gerilya kebudayaan adalah tidak diberikannya tempat untuk kepercayaan asli, misalnya Kejawen, dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan urusan pernikahan/perceraian bagi kaum kepercayaan asli ditiadakan. Kejawen, harta warisan nenek moyang, yang kaya akan nilai: pluralisme, humanisme, harmoni, religius, anti kekerasan dan nasionalisme, ternyata tidak hanya digerilya, melainkan akan dibunuh dan dimatikan secara perlahan! Sungguh sangat disayangkan! Urusan perkawinan dan kematian untuk MJ penganut Kejawen dipersulit sedemikian rupa, urusan ini harus dikembalikan ke agama masing2! Sementara itu aliran setingkat Kejawen yang disebut Kong Hu Chu yang berasal dari RRC justru disyahkan keberadaannya. Sungguh sangat sadis para gerilyawan kebudayaan ini!
– Gerilya kebudayaan juga telah mempengaruhi perilaku manusia Jawa, orang Jawa yang dahulu dikenal lemah-lembut, andap asor, cerdas, dan harmoni; namun sekarang sudah terbalik: suka kerusuhan dan kekerasan, suka menentang harmoni. Bayangkan saja, kota Solo yang dulu terkenal putri nya yang lemah lembut (putri Solo, lakune koyo macan luwe) digerilya menjadi kota yang suka kekerasan, ulama Arab (Basyir) mendirikan pesantren Ngruki untuk mencuci otak anak2 muda. Akhir2 ini kota Solo kesulitan mendatangkan turis manca negara, karena kota Solo sudah diidentikan dengan kekerasan sektarian. Untuk diketahui, di Pakistan, banyak madrasah disinyalir dijadikan tempat brain washing dan baiat. Banyak intelektual muda kita di universitas2 yang kena baiat (sumpah secara agama Islam, setelah di brain wahing) untuk mendirikan NII (negara Islam Indonesia) dengan cara menghalalkan segala cara. Berapa banyak madrasah/pesantren di Indonesia yang dijadikan tempat2 cuci otak anti pluralisme dan anti harmoni? Banyak! Berapa jam pelajaran dihabiskan untuk belajar agama (ngaji) dan bahasa Arab? Banyak, diperkirakan sampai hampir 50% nya! Tentu saja ini akan sangat mempengaruhi turunnya perilaku dan turunnya kualitas SDM bgs. Indonesia secara keseluruhan! Maraknya kerusuhan dan kekerasan di Indonesia bagaikan berbanding langsung dengan maraknya madrasah dan pesantren2. Berbagai fatwa MUI yang menjungkirbalikan harmoni dan gotong royong manusia Jawa gencar dilancarkan!
– Sejarah membuktikan bagaimana kerajaan Majapahit, yang luarbiasa jaya, juga terdesak melalui gerilya kebudayaan Arab sehingga manusianya terpojok ke Gn. Bromo (suku Tengger) dan P. Bali (suku Bali). Mereka tetap menjaga kepercayaannya yaitu Hindu. Peranan wali Songo saat itu sebagai alat politis (mirip MUI dan ICMI saat ini) adalah besar sekali! Semenjak saat itu kemunduran kebudayaan Jawa sungguh luar biasa!
Tanda-tanda Kemunduran Budaya Jawa
Kemunduran kebudayaan manusia Jawa sangat terasa sekali, karena suku Jawa adalah mayoritas di Indonesia, maka kemundurannya mengakibatkan kemunduran negara Indonesia, sebagai contoh kemunduran adalah:
– Orang2 hitam dari Afrika (yang budayanya dianggap lebih tertinggal) ternyata dengan mudah mempedayakan masyarakat kita dengan manipulasi penggandaan uang dan jual-beli narkoba.
– Orang Barat mempedayakan kita dengan kurs nilai mata uang. Dengan $ 1 = k.l Rp. 10000, ini sama saja penjajahan baru. Mereka dapat bahan mentah hasil alam dari Indonesia murah sekali, setelah diproses di L.N menjadi barang hitech, maka harganya jadi selangit. Nilai tambah pemrosesan/produksi barang mentah menjadi barang jadi diambil mereka (disamping membuka lapangan kerja). Indonesia terus dengan mudah dikibulin dan dinina bobokan untuk menjadi negara peng export dan sekaligus pengimport terbesar didunia, sungguh suatu kebodohan yang maha luar biasa.
– Orang Jepang terus membuat kita tidak pernah bisa bikin mobil sendiri, walau industri Jepang sudah lebih 30 tahun ada di Indonesia. Semestinya bangsa ini mampu mendikte Jepang dan negara lain untuk mendirikan pabrik di Indonesia, misalnya pabrik: Honda di Sumatra, Suzuki di Jawa, Yamaha di Sulawesi, dst. Ternyata kita sekedar menjadi bangsa konsumen dan perakit.
– Orang Timur Tengah/Arab dengan mudah menggerilya kebudayaan kita seperti cerita diatas; disamping itu, Indonesia adalah termasuk pemasok devisa haji terbesar! Kemudian, dengan hanya Asahari, Abu Bakar Baasyir dan Habib Riziq (FPI), cukup beberapa gelintir manusia saja, Indonesia sudah dapat dibuat kalang kabut oleh negara asing! Sungguh keterlaluan dan memalukan!
– Kalau dulu banyak mahasiswa Malaysia studi ke Indonesia, sekarang posisinya terbalik: banyak mahasiswa Indonesia belajar ke Malaysia (bahkan ke S’pore, Thailand, Pilipina, dst.). Konyol bukan?
– Banyak manusia Jawa yang ingin kaya secara instant, misalnya mengikuti berbagai arisan/multi level marketing seperti pohon emas, dst., yang tidak masuk akal!
– Dalam beragamapun terkesan jauh dari nalar, bijak dan jauh dari cerdas, terkesan hanya ikut2an saja. Beragama tidak harus menjiplak kebudayaan asal agama, dan tidak perlu mengorbankan budaya lokal.
– Sampai dengan saat ini, Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari berbagai krisis (krisis multi dimensi), kemiskinan dan pengangguran justru semakin meningkat, padahal negara tetangga yang sama2 mengalami krisis sudah kembali sehat walafiat! Peran manusia Jawa berserta kebudayaannya, sebagai mayoritas, sangat dominan dalam berbagai krisis yang dialami bangsa ini.
Penutup
Beragama tidak harus menjiplak kebudayaan asal agama. Gus Dur mensinyalir telah terjadi arabisasi kebudayaan. Kepentingan negara asing untuk menguasai bumi dan alam Indonesia yang kaya raya dan indah sekali sungguh riil dan kuat sekali, kalau negara modern memakai teknologi tinggi dan jasa keuangan, sedangkan negara lain memakai politisasi agama beserta kebudayaannya. Indonesia saat ini (2007) adalah sedang menjadi ajang pertempuran antara dua ideologi besar dunia: Barat lawan Timur Tengah, antara kaum sekuler dan kaum Islam, antara modernitas dan kekolotan agama. CLASH OF CIVILIZATION antar dua ideologi besar di dunia ini, yang sudah diramalkan oleh sejarahwan kelas dunia – Samuel Hutington dan Francis Fukuyama.
Tanpa harus menirukan/menjiplak kebudayaan Arab, Indonesia diperkirakan dapat menjadi pusat Islam (center of excellence) yang modern bagi dunia. Seperti pusat agama Kristen modern, yang tidak lagi di Israel, melainkan di Itali dan Amerika. Beragama tanpa nalar disertai menjiplak budaya asal agama tersebut secara membabi buta hanya akan mengakibatkan kemunduran budaya lokal sendiri! Maka bijaksana, kritis, dan cerdik sangat diperlukan dalam beragama.